Jumat, 03 Juni 2011

MELEDAKNYA POPULASI ULAT BULU DITINJAU DARI SEGI EKOLOGIS (Studi Kasus Meledaknya Populasi Ulat Bulu di Kabupaten Probolinggo, Mojokerto, Jombang d

MELEDAKNYA POPULASI ULAT BULU

DITINJAU DARI SEGI EKOLOGIS

(Studi Kasus Meledaknya Populasi Ulat Bulu di Kabupaten Probolinggo, Mojokerto, Jombang dan Provinsi Bali)

TUGAS MATA KULIAH

(Diajukan dalam rangka memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknik penyajian Ilmiah (TPI))

Oleh

KELOMPOK 3

SYAIFUL AMIN 071510101027

IRLANGGANA 071510101054

TOHODO ARI M 061015101010

PROGRAM STUDI AGRONOMI

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

MEI 2011

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Merebaknya serangan ulat bulu di sejumlah daerah Indonesia terakhir ini disinyalir akibat rusaknya keseimbangan rantai makanan. Hilangnya populasi predator alami di alam liar membuat ledakan populasi ulat bulu (www.kompasiana.com). Predator pemakan ulat seperti burung, tokek, dan kroto semut rangrang, menjadi komoditas ekonomi yang mempunyai harga yang cukup tinggi di pasaran membuat perburuaan hewan ini pada ambang batas yang mengkhawatirkan.

Selain itu, fenomena perubahan ikim global yang terjadi akhir akhir ini turut member andil pada meledaknya populasi ulat bulu di beberapa daerah di Indonesia. Dampak yang nyata di Indonesia adalah hujan yang terus menerus selama dua tahun berturut turut ditengarai menjadi pemicu ledakan populasi ulat ini, karena kelembaban yang terus meningkat.

Sistem penanaman monokultur secara terus menerus tanpa batasan waktu dan tidak serempak juga akhirnya memberikan banyak inang untuk populasi ulat. Pada beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, terutama di Probolinggo, tanaman yang paling banyak diserang ulat bulu adalah pertanaman mangga. Pertanaman mangga yang monokultur dan tersebar luas di probolinggo diduga menjadi pensuplai kakan terbesar yang disukai ulat bulu. Selain itu, tindakan preventif (pencegahan) sebagai antisipasi awal yang sudah diabaikan petani pada sistem pertanian dewasa ini turut member andil pada kasus ini.

Semua hal yang tersebut di atas menunjukkan telah terjadi ketidakseimbangan dalam ekosistem, terutama terputusnya trantai makanan akibat perburuan berlebihan beberapa predator ulat bulu. Ekosistem yang seimbang adalah saling terjaganya interaksi antara semua komponen dalam ekisstem, baik antara omponen biotic dengan biotic, dan komponen biotic dengan abiotik. Jika interaksi tersebut terganggu, maka akan menyebabkan ketidakseimbangan dalam ekosistem tersebut. Akhirnya, populasi salah satu akan berkurang/ musnah, tetapi populasi beberapa organismenya meningkat drastic, yang akhirnya malah menjadi hama baru untuk pertanaman yang diusahakan.

Hal ini sangat menarik untuk diteliti, demi mengembalikan kembali keseimbangan ekosistem. Keuntungan jangka panjangnya adalah untuk mencegah ledakan populasi ulat bulu agar tidak terjadi lagi di masa akan datang.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka kami menyusun karya tulis ilmiah ini dengan judul “MELEDAKNYA POPULASI ULAT BULU DITINJAU DARI SEGI EKOLOGIS (Studi Kasus Meledaknya Populsi Ulat Bulu di Kabupaten Probolinggo, Mojokerto, Jombang dan Provinsi Bali)”.

1.2 Permasalahan

1. Bagaimana konsep keseimbangan ekosistem dalam kasus meledaknya populasi ulat bulu di beberapa daerah di Indonesia?”

2. Bagaimana upaya pencegahan meledaknya kembali populasi ulat bulu di masa mendatang ditinjau dari sisi ekologi?”

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep keseimbangan ekosistem dalam kasus meledaknya populasi ulat bulu di beberapa daerah di Indonesia

2. Untuk mengetahui upaya pencegahan meledaknya kembali populasi ulat bulu di masa mendatang ditinjau dari sisi ekologi

1.4 Manfaat

1. Bagi mahasiswa, hasil penelitian ini bisa dijadikan pengetahuan mengenai bagaiamana mekanisme meledaknya popualsi ulat bulu ditinjau dari segi ekologi

2. Bagi petani, hasil penelitian ini bisa dijadika rujukan untuk mengatsi serangan ham di lapang, dan melakukan upaya pencegahan yang arif yang berbasis ekologi dan keseimbangan ekosistem.


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis Ulat Bulu yang Menyerang Beberapa Daerah di Indonesia (Kabupaten Probolinggo, Mojokerto, Jombang dan Provinsi Bali)

Ulat bulu merupakan salah satu tahap metamorfosis sempurna dari kupu-kupu. Dari sebutir telur kemudian menjadi ulat kepompong, dan akhirnya menjadi seekor kupu-kupu. Pemberhentian dari salah satu proses inilah yang menyebabkan membeludaknya jumlah ulat bulu. Apalagi kondisi iklim saat ini musim penghujan, kupu-kupu hanya bertelur dan tidak mengubahnya menjadi ulat karena kurangnya intensitas sinar matahari dan pada musim agak cerah banyak telur dari kupu-kupu melanjutkan proses metamorfoisis menjadi ulat.

Kasus meledaknya populasi ulat bulu di Indonesia pertama kali di temukan di Kabupaten probolinggo. Banyak penelitian menduga karena pengaruh semakin tidak seimbangnya ekosistem dan pengaruh buruk perubahan iklim global. Selain itu, diduga karena pengaruh asap letusan Gunung Bromo yang tersu menyelimuti Probolinggo, sehingga kelembaban terus meningkat dan siklus hidup ulat bulu pun menjadi lebih cepat.

Setelah menyerang Probolinggo kini wabah ulat bulu itu semakin meluas. Beberapa kota di Jawa Timur seperti Malang, Mojokerto, Pasuruan, Lamongan, dan Bojonegoro.

Tidak hanya di Jawa Timur, ulat bulu juga mewabah di Yogyakarta, Kendal, Semarang dan Sukoharjo (Jawa Tengah) hingga Bandung dan Jakarta. Wabah ulat bulu juga mulai terjadi di luar Jawa seperti Bali, khususnya Denpasar dan Gianyar.

Ulat bulu yang kini menjadi wabah di sejumlah daerah diduga berasal dari jenis Arctornis sp. dan Lymantria marginalis (di Jawa Timur), Cyana veronata (Yogyakarta), dan Daychera indusa (Kendal, Jawa Tengah). Genus Lymantria dan Arctornis merupakan sekumpulan hewan ngengat (moth) anggota famili Lymantriidae. Sedang Cyana veronata merupakan anggota famili Arctiidae yang juga biasa disebut sebagai ngengat. Hewan ini sejenis dengan kupu-kupu (sama-sama anggota Ordo Lepidoptera) namun umumnya beraktifitas di malam hari (hewan nokturnal). Salah satu siklus hidup hewan ini adalah menjadi ulat bulu.

Ngengat mengalami metamorfosis sempurna (hemimetabolisme) yang siklus hidupnya terdiri atas telur, ulat bulu, kepompong (pupa atau chrysalis), hingga menjadi ngengat dewasa yang dapat terbang. Jumlah spesies ngengat dan kupu-kupu diperkirakan mencapai ribuan spesies. Di Indonesia diperkirakan ada sekitar 600-an spesies.

2.2 Rusaknya keseimbangan Ekosistem Picu Meledaknya Populasi Ulat Bulu

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi.

Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan anorganisme. Siklus energi terbentuk melalui rantai makanan, yang selanjutnya akan membentuk jaring jaring makanan.

Banyak ahli menduga ledakan populasi ulat bulu karena putusnya rantai makanan, dimana predator predator ulat bulu diburu secara berlebihan. Misalnya saja burung berkicau, tokek dan serangga lain yang memangsa ulat bulu. Keberadaannya terus diburu untuk kepentingan manusia, sehingga populasi ulat bulu meledak tanpa kontrol.

Rusaknya keseimbangan ekosistem itulah yang menjadi factor utama meledaknya populasi ulat bulu, disamping factor lain, misalnya perubahan iklim global, ketersediaan tanaman inang berlebih dan akibat asap letusan Gunung Bromo di Probolinggo.

Kerusakan ekosistem ini tentunya tidak bisa dibiarkan berlanjut secara terus menerus, karena ledakan populasi ini pasti akan terulang kembali jika ekosistem tidak diperbaiki.

BAB 3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Universitas Jember pada bulan Mei 2011.

3.2 Alat dan bahan

1. Contoh spesies ulat bulu

2. Buku literature

3.3 Metode Memperoleh data

Ada pun metode yang digunakan yaitu sebagai berikut :

1. Studi kepustakan, yaitu menelaah buku buku yang berkaitan dengan tema ulat bulu dan searching di internet.

2. Observasi, yaitu melakukan pengambilan sampel ulat bulu di lapang , tempat kejadian

3. Wawancar, yaitu menggali informasi melalui Tanya jawab dengan pihak pihak yang terkait.


BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

No

Daerah Terserang

Spesies Ulat Bulu

Tanaman yang Diserang

Penampakan Visual Ulat Bulu

1

Kab. Probolinggo

Arctornis submarginata

Pohon mangga

2

Kab. Mojokerto

Arctornis sp.

Tanaman padi

3

Kab. Jombang

Lymantria marginalis

Semak Belukar

4

Prov. Bali

Euproctis Catala

Pohon kenanga (Denpasar)

Daun benalu (Buleleng)

4.2 Pembahasan

Ulat-ulat yang saat ini merajalela di berbagai daerah di Indonesia bukan dari jenis (spesies) yang sama dengan yang menyerang tanaman mangga di Probolinggo, tempat pertama kali ledakan populasi ulat bulu diberitakan (Rauf, 2011).

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa setiap daerah yang terserang, terjadi ledakan populasi ulat bulu dari spesies yang berbeda. Setiap spesies ternyata menyerang jenis tanaman yang berbeda. Spesies Arctornis submarginata di Probolinggo kebanyakan menyerang pertanaman mangga. Berbeda halnya dengan spesies Euproctis Catala yang menyerang Pohon kenanga (denpasar) dan Daun benalu (Buleleng)

Awal serangan ulat bulu yang terjadi di Probolinggo, dimulai awal Maret dan puncak serangan terjadi pada 6 April 2011 pada pohon mangga di 9 kecamatan secara sporadis pada malam hari dan objek serangan yang agregat (spot). Ulat menyerang daun pohon mangga dan menyebabkan daun mengering, rontok dan pohon menjadi gundul, tetapi setelah 2 minggu tanaman pulih kembali dengan keluarnya kuncup daun dengan keadaan yang lebih baik dari sebelumnya. Semua variates mangga yang ada di lapangan dapat terserang hama ini. Jumlah pohon mangga di Kabupaten Probolinggo 1.227.879 pohon, yang terserang 14.813 pohon (1,2%).

Sementara di Bali, dipastikan satu dari tiga jenis ulat bulu yang menyerang tanaman di Bali masuk dalam spesies Euproctis Catala. Ulat Bulu ini paling banyak ditemukan menyerang pohon mangga di Kabupaten Buleleng. Namun spesies ini hanya memakan daun benalu yang ada di pohon mangga dan menyerang pohon kenanga di Denpasar dan Gianyar (Suparta, 2011)

2.2 Meledaknya Populasi Ulat Bulu Ditinjau dari Segi Ekologis (keseimbangan ekosistem)

1. Perubahan Iklim Global.

Fenomena perubahan iklim global yang terjadi beberapa tahun terakhir yang sulit diprediksi seperti terjadinya hujan terus menerus selama dua tahun terakhir ini akan menyebabkan meningkatnya kelembaban lingkungan. Apalagi setelah hujan terus menerus diselingi oleh kondisi panas beberapa hari, hal ini akan sangat disukai oleh berbagai serangga hama termasuk ulat bulu dan beberapa hama ordo Lepidoptera (ulat-ulatan) lainnya.

3. Hilangnya Musuh Alami.

Faktor lingkungan biotik seperti musuh alami hama sudah mulai berkurang, misalnya burung, parasitoid, dan predator akan berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan hama yang tidak terkendali. Keberadaan burung burung pemakan ulat sudah mulai agak jarang yang disebabkan bukan saja karena perburuan, tetapi juga karena sudah terjadi gangguan keseimbangan ekosistem yang menyebabkan burungburung tersebut sudah tidak nyaman lagi hidup pada tempat tempat tertentu.

4. Hujan Terus menerus.

Hujan terus menerus mengakibatkan musuh alami ulat bulu, yakni dari golongan parasitoid seperti braconid dan apanteles tidak mampu bertahan hidup. Sehingga, musuh alami itu tidak bisa mengontrol populasi ulat bulu yang semakin banyak dan berkembangbiak dengan cepat. Sebagai contoh kalau parasitoid telur ulat bulu bekerja maksimal, maka dari ribuan telur ulat, hanya beberapa telur saja yang berhasil jadi ulat. Ketika musuh alami itu hilang karena hujan, jumlah telur yang menetas semakin banyak. Hal inilah kemungkinan salah satu penyebab terjadinya ledakan populasi.

5. Pertanaman Monokultur Menjadi Inang.

Aspek inang juga berpengaruh terhadap perilaku ulat bulu. Karena ulat bulu tersebut dengan spesies yang beragam bersifat polyphagus (memakan banyak jenis tanaman), hal ini juga akan sangat mempengaruhi cepat berkembangnya populasi dengan ketersediaan tanaman inang, baik inang pokok atau inang alternatif. Dalam hal ini berdasarkan apa yang terjadi di jawa timur mengungkapkan bahwa inang pokok dari ulat bulu tersebut adalah tanaman mangga, namun bisa saja menyerang tanaman lain apabila inang pokok tidak tersedia secara cukup.

6. Pertanaman Monokultur Secara Terus menerus dan Tidak Serempak.

Penanaman suatu jenis tanaman secara terus menerus dengan periode yang tidak serempak menyebabkan ketersediaan inang bagi berbagai jenis hama berlimpah. Perlu diingat bahwa walaupun yang menjadi hama adalah stadia larva atau ulat, tapi petani juga harus dilatih untuk memahami siklus hidup serangga mulai dari telur, larva, kepompong sampai dewasa (kupu kupu atau ngengat).

Semua factor penyebab diatas mengindikasikan telah terjadi kerusakan dan keridak seimbangan ekosistem, sehingga populasi ulat bulu yang semula hanya hama minor yang tidak diperhitungkan menjadi hama baru utama yang meledak secara drastis dengan sangat cepat. Kerusakan ekosistem menyebabkan terputusnya rantai makanan, sehingga populasi ulat bulu meledak, tanpa kontrol.

Rantai makanan yaitu proses makan dan dimakan antar organisme dalam suatu ekosistem, yang akhirnya terjadi siklus energi dan nutrient.

Solusi untuk permasalahan ini adalah keseimbangan ekosistem harus dikembalikan, agar rantai makanan tidak terputus. Terputusnya rantai makan inilah yang menjadi pemicu meledaknya populasi ulat bulu. Mengembalikan keseimbangan ekosistem ini dapat dilakukan dengan cara menghentikan pemburuan predator ulat bulu (burung dan tokek).

Gambar : rantai makanan (ulat bulu).

(Sumber: www.google co.id)

Selain itu, perlu dilakuakn upaya pencegahan dini agar tidak terjadi ledakan populasi ulat bulu. Metode pencegahan ini didasarkan pada ekologi dan siklus hidup ulat bulu. Metode pencegahan ini diambil dari intisari tulisan karya Ronny Yuniar Galingging, SP., MSi dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalteng). Contoh kasus: Serangga dewasa ulat bulu aktif pada malam hari, artinya pada saat saat itulah kita seharusnya mewaspadai keberadaan kupu tersebut. Kalau misalnya pada saat senja sudah terdapat banyak kupu yang beterbangan di lahan sawah atau kebun, mestinya hal itu sebagai warning bagi petani atau kita. Karena bayangkan kalau keberadaan kupu tersebut sudah banyak dan untuk diketahui bahwa satu betina kupu akan mampu meletakkan kelompok telur sekitar 10 kelompok telur , masing masing kelompok telur terdiri atas 70—300 butir telur.

Apabila di atas lahan sawah sudah ada sekitar 50 kupu betina x 10 kelompok telur x 200 butir, maka akan ada sekitar 100.000 butir telur pada sehamparan lahan sawah. Kalau misalnya telur tersebut mampu menetas 50% , maka sudah ada 50.000 ulat yang akan siap menyerang tanaman pada lahan tersebut. Kalau misalnya dalam satu wilayah terdapat 100 hamparan x 50.000 ulat = 5.000.000. ulat. Ini kalau kita tidak melakukan tindakan mekanis mulai dari pengendalian kupu, telur maupun kepomponhgnya. Kalau setiap hari melakukan pemantauan dan menjumpai kelompok telur 10 saja, berarti kita sudah mampu menekan populasi ulat sebesar 10x 200 = 2000 ulat. Ditambah lagi kalau kita menjumpau kepompong 10 sehari , maka kita mampu menghindari 10 kupu (misal diantaranya 5 betina) artinya 5 x 10 kelompom telur x 200 butir = 10.000 ulat. Kalau kita setiap hari bisa menagkap 10 kupu (missal diantaranya 5 betina) sama dengan di atas akan mampu memusnahkan 10.000 ulat. Apablia dijumlahkan akan mampu memusnahkan (mengendalikan populasi ulat) sebesar 2000 + 10.000 + 10.000 = 22.000 ulat per hari/orang. Silahkan kalau anda dalam satu keluarga rata-rata 2 orang saja perlahan sawah yang melakukan pemantauan dan pengendalian mekanis di atas akan mampu menekan ulat sebesar 2x 22.000 ulat = 44.000 ulat.

(sumber: Galingging, 2011).


BAB 5. PENUTUP

Simpulan

1. Ditinjau dari segi ekologi, meledaknya populasi ulat bulu karena rusaknya tidak seimbangnya ekositem, sehingga rantai makanan ulat bulu terputus, predator musnah, sehingga populasi ulat bulu meledak tanpa kontrol.

2.Solusi untuk mengendalikan ledakan populasi ini adalah dengan mengembalikan kembali keseimbangan ekosistem dengan menghentikan perburuan predator ulat bulu dan melakukan upaya pencegahan dengan metode pencegahan yang telah diuaraikan pada bab sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Galingging, Roni. 2011. Fenomena Ulat Bulu Sebagai Dampak Perubahan Iklim Global. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalteng.

green.kompasiana.com. 2011. Wabah Ulat Bulu, Tanda Ketidakseimbangan Ekosistem. http://green.kompasiana.com. Diakses Pada Tanggal 1 Mei 2011.

Suparta. 2011. Hama Ulat Bulu Menyebar ke Bali. http://www.voanews.com. Diakses pada Tanggal 1 Mei 2011.

www.litbang.deptan.go.id. 2011. Pengendalian Ulat Bulu. www.litbang.deptan.go.id. Diakses Pada Tanggal 1 Mei 2011.

www.voanews.com . 2011. Hama Ulat Bulu Menyebar ke Bali. http://www.voanews.com. Diakses pada Tanggal 1 Mei 2011.

www.greenradio.fm.2011.Ulat Bulu di Bali Beracun. http://www.greenradio.fm. Diakses Pada Tanggal 1 Mei 2011.

2 komentar: